KONSELING ISLAM
A.
DEFENISI
Konseling islam adalah
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada
orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan
hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran
dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul
pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan
masa depannya (Muhammad Arifin dalam Samsul Munir, 2010).
Konseling agama menekankan
penjiwaan agama dalam pribadi klien sehubungan dengan pemecahan problem dalam
kegiatan lapangan hidup yang dipilihnya. Ia dibimbing sesuai dengan
perkembangan, sikap dan perasaan keagamaannya sesuai dengan tingkat dan situasi
kehidupan psikologisnya. Dalam keadaan demikian, sikap dan pribadi pembimbing
(konselor) sangat berpengaruh terhadap jiwa konseli, karena pada saat penderita
kesulitan klien sangat peka terhadap kejiwaan dari pribadi penolongnya. Jadi,
konselor agama dituntut persyaratan yang cukup berat.
Seperti yang dikatakan Wayne, E. Oates
“there is no easy road to becoming a good religious conselor, any more than
there is an easy road to becoming any kind of effective counselor” (tidak ada jalan yang mudah dilalui untuk
menjadi konselor yang baik, sedangkan mendapatkan jalan untuk menjadi konselor
yang efektif dalam bidang apapun adalah lebih mudah). Senada dengan pengalaman psikiater Carl G.
Jung menyatakan sebagian besar pasien yang diobati menderita
penyakit dikarenakan tidak memperoleh cahaya dari nilai-nilai agama dalam diri
mereka. Penyembuhan tidak dapat diperoleh, kecuali apabila yang bersangkutan
mendapatkan kembali cahaya dari nilai-nilai keagamaannya.
Jadi, konseling islami
adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap
individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang
dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah. Apabila internalisasi
nilai-nilai yang terkandung dalam Qur’an dan Hadis telah tercapai dan fitrah
beragama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat
menciptakan hubungan yang baik dengan Allah swt, dengan manusia dan alam
semesta sebagai manifestasi dari peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang
sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada Allah swt.
B.
KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM
Menurut
psikologi islami manusia selalu dalam proses berhubungan dengan alam, manusia,
dan Tuhan. Ketiga hal ini turut memberikan andil dalam membentuk tingkah laku
manusia. Tingkah laku manusia merupakan aktualisasi dari rentangan dari
rangkaian keterikatan dengan alam, manusia, dan Tuhan. Dinamika tingkah laku
manusia adalah seberapa besar dominasi keinginan yang akan diaktualisasikan.
Jika dominasi keinginan alam yang dominan maka akan muncul tingkah laku yang
bersifat alamiah, seperti makan, minum, berhubungan seksual dan lain-lain. Jika
dominasi keinginan kemanusiaan, maka akan muncul tingkah laku yang berhubungan
dengan aktualisasi diri, seperti ingin dihormati, menguasai orang lain, ingin
mencintai, dan dicintai orang lain, dan lain-lain. Sementara jika dominasi
keinginan Tuhan yang akan diaktualisasikan, maka berbarengan dengan itu akan
muncul tingkah laku berupa ‘ibadah (Harmaini, 2010).
Pemahaman
yang menyeluruh dan holistik tentang tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan alam, manusia dan Tuhan, merupakan inti persoalan paradigma yang
ditawarkan dalam Psikologi Islami. Paradigma itu disebut dengan “paradigma fitrah’.
Istilah fitrah terambil dari istilah dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum/30: 30. Hakikat
paradigma fitrah adalah pengakuan terhadap kebenaran tunggal, satu, monistik,
dalam wilayah transendental, dan pada saat yang sama dalam wilayah
empiris-historis tampilannya dapat bervariasi dan beragam (Harmaini, 2010).
Tingkah
laku manusia senantiasa tampil sebagai akumulasi ekspresi aktualisasi potensi
bathin dan responsi pengaruh lingkungan. Ekspresi berarti bahwa tingkah laku
menjadi media (sarana) untuk mengekspresikan kondisi psikis. Responsi berarti
tingkah laku muncul sebagai respon (tanggapan) terhadap stimulus lingkungan.
Tingkah laku manusia senantiasa menampilkan dua sisi ekspresi dan responsi.
Perbedaan antara satu tingkah laku dengan tingkah laku lainnya terletak pada
prosentase masing-masing sisi, apakah sisi ekspresi atau sisi responsi yang
dominan.
C.
KAPASITAS DAN HAKIKAT MANUSIA UNTUK TUJUAN KONSELING
Didalam sumber ajaran islam yang terdapat dalam al-qur’an
dan hadis, sebenar nya sudah banyak ayat-ayat yang mengandung arti konseling ,
hanya saja masih tersebar di berbagai tempat dan belum tersusun secara
sistematis dan dipilah –pilah seperti dalam konseling secara umum. Terutama
dalam sistematika tentang: hakikat manusia , pribadi sehat ,pribadi tidak
sehat,peran dan fungsi konselor serta tekhnik dan prosedur dalam konseling.oleh
karena itu kiranya tidak perlu berlebihan apabila penelitian ini bertujuan
untuk mencari bahan dari islam , khusus nya ayat-ayat yang memiliki dan
mengandung nilai konseling, ada 6 kapasitas dan hakikat manusia yang bias
ditujukan untuk praktek konseling psikologi islam
1.
Kapasitas akan kesedaran diri
Manusia itu dilahirkan dalam keadaan
fitrah.artinya tiap-tiap orang itu dilahirkan ibu nya atas dasar
fitrah,keduanya orang tuanya lah menjadikan nya yahudu nasarani dan majusi. (HR
muslim)
Firman allah dalam alquran tentang
kapasitas manusia , diterangkan dalam bebrapa surat, diantaranya adalah( Mubarok dalam Harmaini 2010 )
·
Fitrah manusia beragama tauhid dan penerima
kebenaran, surat arum,30:30
·
Sudah ada perjanjian mengakui allah sebagai
tuhan ,surat AL_A’RAF 7:172
·
Manusia dibekali dengan potensi akal,
pendenganran penglihatan dan hati surat
ARRA’DU ,13:19-20; as-sajadah 32:9
·
Manusia dibekali dengan petunjuk ilahiyah, surah
alfatiha 1:7
·
Manusia sebagai khalifah , albaqarah : 30
·
Manusia diberi amanah atau tugas keagamaan ,al
ahzab,33:72
·
Manusia sebgai pengabdi allah (Abdullah ), ADZ
Dzariyat,51:56
Sesuai
dengan fitrah nya bahwa manusia itu dijadikan dalam keadaan suci ,secara fitrah
beragama tauhid dan penerima kebenaran , terikat perjanjian dengan alllah bahwa
allah itu tuhannya , dibekali dengan potensi akal , pendengaran ,penglihatan ,
dan petunjuk ilahiya , sebagai khalifah, pemegang amanah (tugas keaamanan), dan
sebagai Abdullah (pengabdi).kapasitas akan kesadaran diri dalam islam adalah
menyadari eksiistensi nya sebagai manusia mahkluk ciptaan allah yang harus
menjalan kan fungsinya sebagai khalifah.sebagai Abdullah yang punya kewajiban
untuk mengabdi kepada sang khalik, menggunakan potensi yang diberikan allah
berupa akal, hati, pendengaran, penglihatan untuk memahami tanda-tanda
kebesaran dan kekuasaan allah .
Menurut musnamar dan faqih manusia diciptakan allah
didunia ini memiliki fungsi sebagai berikut
a.
Sebagai makhluk allah secra kodrati makhluk religious.
b.
Sebagai makhluk individu , yang memiliki ke khasan
masing –masing potensi dan eksistensi sendiri (surah alqomar 54:49)
c.
Sebagai makhluk social , yang memerlukan bantuan dan
slalu berhubungan dengan orang lain.(alhujarat),49:14
d.
Sebagai makhluk berbudaya, yang hidup didalam dan
megelolah alam dunia ini degan akal dan piiran untuk menciptakan kebudayaan. Khalifah pi
lard()surah alfatir 35 :39
2.
Kebebasan dan bertanggung jawab
Potensi yang diberikan allah kepada manusia diserah
kan sepenuh nya penggunaan nya kepda manusia itu sendiri ,konsekuensi nya nanti
harus mempertangguang jawabkan akibat dsaeri perbuatan nya itu kepada manusia
lam untuk saat ini dan disini dan didunia, dan kepada sang pencipta disana dan
yang akn dating di akhirat.
3.
Menciptakan identitas dirinya dan menciptakan identitas
diri nya dan menciptaka hubungan yang bermakna dengan orang lain.ada beberapa
yat dalam alquran.yang mengadungf dimensi 3 yaitu :
·
manusia adalah makhluk yang berkualiata al imran
:110.
·
Keseimbangan antara hablu minallah dan
habluminannas.Al Imran 3:112
·
Saling menolong dalam kebajikan dan menjauhi
perbutan yang jelek almaidah, 5:1-2
·
Saling menasehati dan menaati kebenaran serta
berlaku sabar dan adil , al-ashar, 103:1-3
·
Keseimbngan antara dunia dan akhirat Al Qhasash,
28:77; albaqoroh,:201
·
Memihara silaturrahim An Nisa 4: 1.
Terdapat
empat ragam relasi manusia yang masing-masing memiliki kutub-kutub positif dan
negative yaitu:
1.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang ditandai
dengan kesadaran untuk melakukan amal ma’ruf nahi munkar (QS, ali imran, 3:110)
atau sebaliknya, mengumbar nafsu-nafsu rendah (QS, yasin, 36:6, QS al jatsiat ,
45:23).
2.
Hubungan antar manusia dengan usaha membina silaturahmi
(QS, Annisa’, 4:1) atau memutuskannya (QS, Yusuf, 12;100)
3.
Hubungan manusia dengan alam sekitar yang ditandai
dengan upaya pelestarian alam dan pemanfaatan alam dengan sebaik-baiknya (QS,
Hud, 11:6) atau sebaliknya menimbulkan kerusakan alam (QS, Arruum, 30:41)
4.
Hubungan manusia dengan sang pencipta dengan kewajiban
ibadah kepadanya (QS Adz Dzaariat, 51:56) atau menjadi ingkar dan syirik
kepadanya (QS, An Nisa’ 4:48)
4.
Usaha pencarian makna, tujuan, nilai dan sasaran:
Manusia diberikan
kekuatan batin dan keyakinan yang mantap, Al-Anfal, 8:2-4.
·
Selalu berfikir posif, hadis riwayat Ibnu Asakir
yang artinya ”bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup
abadi, dan bekerjalah untuk akhirat mu seolah-olah kamu akan mati esok hari.
·
Dilebihkan dari makhluk lain (Al Isro’, 17;70)
·
Dilengkapi
bersyukur (An Nahl, 16:78)
·
Memiliki pandangn hidup, (Al Bayyinah, 98:5)
Termasuk kesabaran kita da;lam mebnghadapi
masalah. Apakah kita bias mengambil hikmah dari peristiwa yang sedang dicobakan
allah kepada manusia. Kita harus yakin, bahwa allah akan menguji hambaNYA
dengan kesenangan, kesusahan, kecemasan, kepedihan, dan kematian. Tergantung
seberapa tingkat keimanan kita menerimanya.
5.
Kecemasan sebagai suatu kondisi hidup; ingat allah (Ar
Ra’du, 13:28)
Perasaan cemas tarafnya
bermacam-macam, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, mulai dari
sifatnya yang paling normal/biasa sampai kecemasan neurotic yang merupakan
gejala gangguan kejiwaan. Kecemasan yang paling sering melanda masyarakat
dewasa ini menurut Bastaman adalah kehampaan hidup (Existensial Vacuum) yang
diakibatkan karena orang yang bersangkutan tidak berhasil menemukan makna dalam
hidupnya. Mereka mengalami kehampaan ini biasanya berkeluh kesah, bahwa mereka
serba hampa, bosan dan pnuh keputusasaan.
Mereka juga kehilangan
minat dan inisiatif serta merasakan bahwa hidunya tidak berarti. Tetapi yang
ditawarkan islam dalam mengatasi kecemasan ini adalah dengan zikrullah untuk
menghadirkan tumakninah, yaitu perasaan tenang, dan tentram yang mendalam
sebagai anugerah allah. Akiat dari
mengingat allah ini adalah sebagai : Sarana komunikasi untuk mendekatkan diri
kepada allah, menjadi golongan yang unggul, Allah menyediakan ampunan dan
pahala yang banyak, membentengi diri dari segala siksa dan bencana, menunda
datangnya kiamat.
Allah tidak membebani
manusia kecuali sesuai kadar kemampuannya (Al Mu’minun, 23:62); (Al Baqarah,
2:286);(Al an’am, 6:152). Yang perlu ditanamkan pada diri kita, bahwa dibalik m
usibah atau cobaan pasti ada hikmahnya. Hanya saja kemampuan manusia sangat
terbatas untuk menangkap dan memahami apa yang ada dibalik suatu peristiwa. Hal
ini menuntuk kesabara kita dalam menghadapinya, termasuk kecemasan yang
diakibatkan karena ketidaksabaran kita dalam menghadapi masalah.
6.
Kesadaran akan datangnya maut serta ketidakberadaan
Tiap
berjiwa akan mati (Ali imran, 3:185); (Al baqarah, 2:156). Mati adalah rahasia
allah. Manusia tidak tahu kapan dia akan mati, tetapi wajib mempercayainya
karena itu merupakan salah satu rukun iman (percaya qadha dan qadhar). Dalam
konseling islam, kita tidak bias lepas dari konseling secara umum. Unsur-unsur
yang ada dalam konseling yang dikemukakan corey yaitu :
a.
Hakikat manusia
Menurut islam adalah
netral aktif dan pasif sekaligus, yang hanya dibedakan dengan rentan waktu,
karena factor usia balita dan dewasa. Manusia itu netral-pasif pada masa balita
karena pada masa ini potensi yang dimiliki individu belum berfungsi secara
optimal, dan masih bergantung kepada orang tua (mandiri). Sehingga
orangtuanyalah yang bertanggung jawab atas perbuatan dan tingkah laku anaknya.
Manusia itu netral-aktif setelah usia akil baligh, karean pada masa ini potensi
yang dimiliki individu sudah berfungsi secara optimal (Sudah bias menentukan
baik-buruk, halal-haram, mandiri), sehingga individu itu sendirilah yang bertanggung
jawab atas perbuatan dan tingkah lakunya. Secara fitrah pula manusia beragama
tauhit da penerima kebenaran juga diberi kebebasan untuk menentukan jalan
ketakwaan atau kepasikan, sudah terikat oleh perjanjian untuk meakui Allah
sebagai tuhannya. Mausia seharusnya bias melaksanakan tugas-tugas keagamaan
allah yang diberikan kepada dirinya (khalifah).
b.
Pribadi sehat
Menurut islam
berfungsinya iman sebagai penentu dalam kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam hal ini berarti berfikir, bertindak dan berbuat sesuai dengan fitrahnya
yang mengarah pada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak. Pribadi sehat
akan mengarahka manusia kepada mental yang sehat pula, meliputi mencintai
allah, bertaqwa, mengakui kesalahan,
beramal ma’ruf nahi munkar, memelihara hubungan dengan allah dan sesama
manusia, berpandangan hidup lurus saling menolong dalam kebaikan dan melarang
berbuat dosa, batinya kuat, berlaku sabar dan adil, bernasihat tentang
kebenaran, selalu mengingat allah, menjaga keseimbangan dunia akhirat, selalu
berfikir positif, dan menjaga silaturahim.
c.
Pribadi tidak sehat menurut islam
Adalah iman tidak
dapat berfungsi penuh sebagai penentu atau pengendali dalam kognitif, afektif
dan psikomotorik. Pribadi yang tidak sehat ini dalam al-qur’an termasuk golongan
hamba yang tidak mendapat petunjuk dan tidak dicintai allah. Mereka itu sesat
karena tidak mau menggunakan akalnya atau tidak memanfaatka potensi yang
diberikan allah (melupakan allah, dzalim, kafir, musyrik, syirik, munafik,
selalu mengikuti hawa nafsu, dan selalu berbuat kerusakan).
Analisis konseling
menurut islam berdasrkan AL-Quran dan hadits dalam memandang manusia. Orientasi
keberadaan manusia adalah dunia-akhirat. Pandangan islam tentang manusia adalah
fitrah yaitu suci dan beriman. Punya potensi akal, penglihatan, pendengaran,
dan hati untuk bias menentukan jalan hidupnya, bertanggung jawab, selalu
berfikir positif dalam setiap gerak langkahnya. Adanya keterkaitan dalam setiap
tahap kehidupan, antara masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.
Manusia tidak boleh
terbelenggu oleh masa lalu yang suram, demikian juga tidak boleh terpaku dan
silau oleh keberhasilan yang ada dihadapannya. Semua yang ada didunia ini
adalah ujian sekaligus amanat yang harus dipertanggung jawabkan kelak di akhirat.
Manusia harus bias mengendalikan diri, ikhtiar dan tawakal kepada Allah.
Dalam islam, manusia
sudah dibekali dengan potensi-potensi yang dimiliki tergantung manusia itu
sendiri mampu atau tidak dalam memanfaatkan potensi yang diberikan Allah
kepadanya. Perilaku manusia disatu pihak ditentukan oleh manusia itu sendiri,
karena secara fitrah sudah dibekali Allah sejak lahir yaitu berupa bakat.
Sedangkan dipihak lainnya adalah karena adanya campur tangan dari pihak lain
yaitu lingkungan dan ada satu unsur lagi sebagai pengendali dan penentu
perilaku manusia yaitu adanya unsure iman. Jadi perilaku manusia menurut islam
terjadi karena bakat pengaruh lingkunga dan iman, termasuk didalamnya adanya
campur tanganNya (Allah).
D.
TUJUAN
KONSELING
Tujuan utama konseling
islami adalah pemberdayaan iman atau mengembalikan manusia sesuai dengan
fitrahnya yaitu beragama tauhid dan penerima kebenaran, terikat perjanjian
dengan Allah dan mengakui bahwa Allah itu Tuhannya, dibekali dengan potensi
akal, pendengaran, penglihatan, hati, dan petunjuk Ilahiyah, sebagai khalifah
atau pemegang amanat untuk tugas kemanan, dan sebagai Abdullah (pengabdi),
bertanggungjawab atas perbuatannya, serta diberi kebebasan untuk menentukan
jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya (Harmaini, 2010)..
E.
HUBUNGAN TERAPIS DENGAN KLIEN
Hubungan
yang terjadi dalam konseling Islam antara klien dan terapis adalah uswatun
hasanah (teladan yang baik). Seperti yang terjadi pada waktu nabi SAW
berkumpul dalam satu majlis untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh
umatnya. Selain itu juga sebagai penyempurnaan akhlak. Hubungan yang terjadi
dalam konseling Islam adalah keteladanan dari konselor terhadap kliennya.
Terlebih dahulu konselor harus memahami dirinya sendiri sebelum memahami dunia
klien, agar dalam proses konseling tidak terjadi salah persepsi atau salah
paham terhadap permasalahan yang diajukan klien (Samsul Munir Amin, 2010).
F.
METODE KONSELING ISLAMI
Metode
konseling menunjuk pada cara konselor membantu klien menjalani proses
konseling, antara lain apakah konselor menyalurkan pembicaraan ke arah tertentu
atau tidak, apakah konselor memberikan petunjuk mengenai apa yang sebaiknya
dilakukan atau tidak, apakah konselor memberikan pengarahan kepada murid dalam
caranya berfikir atau tidak. Menurut Samsul Munir Amin ada beberapa metode yang
dipakai dalam konseling islam yaitu:
1. Nondirective Method
Metode nondirective
berasumsi bahwa:
a. individu
berhak menentukan haluan hidupnya sendiri, bahwa dirinya memiliki daya yang
kuat untuk mengembangkan diri;
b. individu
pada hakikatnya bertanggung jawab atas tindakannya sendiri
c. Individu
bertindak atas dasar pandangan-pandangan subjektif atas dirinya sendiri (konsep
diri) dan terhadap dunia di sekitarnya.
Selama proses
konseling, seseorang meninjau sikap perasaan, dan tingkah lakunya, dengan
demikian dia akan lebih memahami dirinya sendiri dan lebih menyadari keharusan
untuk mengadakan perubahan dalam sikap, perasaan, dan cara berfikir. Metode ini
mempermudah refleksi diri dalam suasana komunikasi yang penuh saling pengertian
dan kehangatan. Cara bertindak demikian mungkin kelihatan sebagai pengambilan
sikap yang pasif, tetapi sebenarnya konselor sangat aktif dalam mengikuti jalan
pikiran dan perasaan klien. Jadi penggunaan metode nondirective menuntut
konselor memiliki kemampuan tinggi untuk menangkap penghayatan perasaan dalam
pernyataan-pernyataan klien dan memantulkan kembali kepada klien dalam bahasa
atau tindakan yang sesuai.
2.
Directive Method
Penggunaan
metode ini berasumsi bahwa individu mungkin belum sedemikian mengerti akan
motif yang sebenarnya mendasari tingkah lakunya atau belum memahami bakat dan
minatnya yang sesungguhnya. Konselor membantu klien dalam mengatasi masalahnya
dengan menggali daya berpikir mereka, tingkah laku yang barangkali terlalu
berdasarkan perasaan dan dorongan impulsif harus diganti dengan tingkah laku
yang lebi rasional (Samsul Munir Amin, 2010).
.
Konselor dapat mengikuti beberapa
langkah kerja berikut:
- Membantu konseli dalam merumuskan dan membatasi masalah yang sedang dihadapi
- Memikirkan jenis-jenis data yang dibutuhkan berhubungan dengan masalah konseli
- Menyampaikan hasil diagnosis kepada konseli dan bersama dengannya mencari pemecahan yang paling baik
- Membantu konseli mengatasi kesulitan baru yang kemungkinan timbul kemudian hari apabila mulai melaksanakan apa yang ditentukan dalam wawancara konseling (follow up)
3.
Metode Eklektif
Metode
eklektif merupakan penggabungan unsur-unsur dari directive method dan
nondirective method. Misalnya, konselor di sekolah pada umumnya mengadakan
penggabungan dengan cara pada permulaan proses konseling lebih cenderung ke
nondirective method dengan menekankan keleluasaan bagi konseli untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya, dan setelah itu mengambil peranan lebih
aktif dalam menyalurkan arus pemikiran klien. (Samsul Munir Amin, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Harmaini. 2010. Pengantar Psikologi Islam.
Pekanbaru: Suska Press.
Seligman,
Martin. 2005. Authentic Happiness. Bandung: Mizan.
Munir, Samsul & Haryanto. Kenapa Harus Stress.
Jakarta: Amzah.
Munir, Samsul. 2010. Bimbingan Dan Konseling Islam.
Jakarta: Amzah.
0 komentar:
Posting Komentar